Sesungguhnya merupakan kelembutan dan rahmat dari Allah SWT kepada
kaum muslimin yaitu Allah telah memberitahukan bagaimana cara mereka
berinteraksi dengan al-Quran agar kita mendapatkan pahala dan keutamaan
darinya. Dalam hal ini telah banyak ayat-ayat al-Quran yang memberitahukan,
mengabarkan atau menceritakan kepada kita tentang bagaimana seharusnya kita
berinteraksi dengan al-Quran. Diantara ayat-ayat itu adalah:
1.
At-Tadabbur (Mentadabburi al-quran). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
Muhammad (47) ayat 24:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا ﴿٢٤﴾
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci?” (Muhammad(47):
24)
Al-quran bukanlah
buku bacaan yang hanya dibaca tanpa adanya pentadabburan atau perenungan dari
orang yang membacanya. Namun inilah yang terjadi dimasyarakat kita sekarang,
mereka hanya membaca al-Quran dengan mulutnya saja tanpa direnungkan dalam
hatinya apa makna dan hikmah dalam ayat atau surat yang mereka baca. Oleh
karena itu kebanyakan masyarakat sekarang masih tidak mampu dalam mengendalikan
dirinya khususnya dalam akhlak mereka, karena al-Quran bagi mereka hanyalah
seperti angin lewat yang tidak ada dampak, bekas atau fungsi apapun yang dapat
merubah dan memajukan diri orang yang membaca kalam Allah SWT itu.
Rumah yang
terkunci, lemari yang terkunci, jendela yang terkunci atau segala sesuatu yang
terkunci, apakah kita bisa masuk atau memasukkan sesuatu kedalamnya dalam
keadaaan terkunci seperti itu?, tentu jawabannya tidak. Begitupun dengan hati
yang terkunci yang meskipun dibacakan kepadanya ayat-ayat al-Quran atau
hadis-hadis nabi, tapi karena hatinya telah terkunci, maka ayat-ayat dan hadis
nabi yang disampaikan kepadanya tidak akan berpengaruh terhadapan perubahan
kehidupannya. Sama halnya dengan mereka yang membaca al-Quran hanya menggunakan
lisannya saja tanpa menggunakan hatinya untuk mentadabburi ayat-ayat yang
dibacanya.
2.
At-tadzakkur (mengingat /mempelajarinya), sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-Qamar (54) ayat 17:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن
مُّدَّكِر ﴿١٧﴾
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran?” (al-Qamar (54):
17)
Al-quran adalah kitab yang jelas kebenarannya
dan mudah dimengerti (masuk akal) dalam kisah-kisah atau pelajaran-pelajaran
yang terdapat didalamnya. Maka semua pelajaran atau kisah-kisah yang ada dalam
al-Quraan merupakan pengajaran Allah SWT kepada umat manusia agar dapat
terlepas dari kesesatan-kesesatan atau ketidak mengertian hidup di dunia yang
pana ini menuju hidayah dan cahaya Allah SWT.
Dalam membaca al-Quran kita tidak diharuskan
membaca banyak-banyak tapi kosong pelajaran, akan tetapi dalam membaca al-Quran
tentu kita harus dibarengai dengan mempelajarinya. Karena seseorang itu tidak
dilahat banyak sedikitnya ia membaca al-Quran akantetapi dilihat apakah ia
dapat mengambil pelajaran yang ada di dalamnya meskipun ia hanya membaca satu atau
dua ayat saja.
Para sahabat pada zaman nabi saw tidak pernah
membaca al-Quran kecuali mereka membaca untuk mempelajarinya, bahkan dalam sirah-nya
nabi saw mengajarkan al-Quran kepada para sahabatnya tidak banyak-banyak tapi
hanya sepuluh ayat-sepuluh ayat hingga para sahabat mempelajari dan memahami
makna yang terkandung dalam ayat itu, barulah nabi mengajarkan sepuluh ayat
berikutnya dan harus kita ketahui bahwa dalam pengajarannya tersebut Rasulullah
SAW tidak mewajibkan untuk menghafalnya, akan tetapi beliau hanya fokus dalam
mengajarkan makna dan hikmah yang ada dalam ayat tersebut.
3.
Al-isti’adzah qobla al-qira’ah (membaca
ta’awwudz sebelum membacan al-Quran), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
an-Nahl (16) ayat 98:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
Artinya: “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (an-Nahl
(16): 98)
Merupkan dari ciri karakter setan adalah mereka senantiasa berusaha dalam
memalingakan dan menghalang-halangi kita dari amalan-amalan saleh yang akan
mendekatkan kita kepada Allah SWT sebagimana yang telah diakui oleh setan itu
sendiri yang diabadikan oleh Allah SWT dalam surat al-A’raf (7) ayat 16:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾
Artinya: “Iblis menjawab:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,” (al-A’raf (7): 16)
Dari ayat diatas maka jelaslah bawa setan telah mengatakan sendiri bahwa ia
akan selalu menghalang-halangi manusia dari perbuatan baik termasuk didalamnya adalah ketika
seseorang mempelajari al-Quran. Oleh karena itu Allah
SWT memerintahkan kepada kita agar mengucapkan ta’awwudz sebelum membaca
dan mempelajari al-Quran sebagai tameng bagi diri kita dari gangguan setan yang
terkutuk.
4.
Al-istimaa wa al-inshath (mendengarkan dan
berdiam ketika dibacakan al-Quran), sebagaimana firman Allah dalam surat
al-‘Araf (7) ayat 204:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿٢٠٤﴾
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat”.
(al-‘Araf (7): 204)
Dalam
mendapatkan hidayah atau petunjik seseorang tidak hanya karena ia sering
membaca al-Quran saja, akantetapi mungkin dan banyak terjadi seseorang yang
mendapatkan hidayah justru karena ia mendengarkan ayat-ayat Allah SWT dari
mulut orang lain, entah itu karena orang yang membacanya dapat membaca dengan
tartil sesuai dengan tajwid, makhorojul hurf dan panjang pendeknya ataupun
karena keindahan suara orang yang membacanya sehingga lebih memperindah
ayat-ayat al-Quran dengan suara merdu orang yang membaca ayat tersebut. Sebagai
contoh adalah Umar bin Khattab yang mana ia adalah seorang yang keras dan
sangat membenci Rasulillah SAW, namun ketika ia mendengarkan al-Quran dari
adiknya sendiri ia mengurungkan niatnya untuk membunuh Rasulullah SAW bahkan
akhirnya ia menyatakan keislamannya kepada Rasulullah SAW.
Maka itulah
salah satu hikmah yang sangat berharga ketika kita mendengar al-Quran lantas
kita mendengarkannya dengan khidmat dan penuh perhatian. Jangan sampai kita
berlaku sebaliknya, ketika ada seseorang yang membaca al-Quran kita malah
mengganggu orang tersebut dengan menyetel lagu-lagu yang bervolume sangat keras
atau pun dengan gangguan-gangguan lain. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah
perbuatan yang sangat tercela dihadapan Allah SWT atau dihadapan manausia.
5.
I’timadu
at-tartil (memprioritaskan pembacaannya dengan tartil), sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-Muzammil
ayat 4:
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا ﴿٤﴾
Artinya: “Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”. (al-muzammil (73): 4)
Membaca dengan tartil, artinya dalam membaca al-Quran tidak
seharusnya kita tergesa-gesa sehingga dapat merusak bacaan kita dari
kaidah-kaidah tajwid makhorijul huruf dan panjang pendeknya yang mana kita
ketahui bahwa al-Quran adalah berbahasa arab yang apabila dalam membacanya ada
satu huruf saja yang tidak terbaca atau makhorijul hurufnya salah, maka
kemungkinan besar maknanya akan berbeda dengan yang diharapkan oleh sang
pemilik al-Quran tersebut yaitu Allah SWT.
Membaca al-Quran dengan tartil juga dapat menolong kita dalam memahami
al-Quran secara jeli dan teliti sehingga tiap kalimat yang kita baca akan
meresap dan membekas dalam hati dan jiwa kita. Dengan pembacaan yang tartil,
kita juga dapat terhindar dari ketertinggalan makna kalimat dari ayat yang kita
baca yang dapat menjadikan kita kurang paham terhadap ayat tersebut, namun hal
tersebut tidak akan terjadi jika dalam membacanya kita memikirkan kata-perkata
atau kalimat perkalimat secara tartil.
Dan sabda
rasulullah saw:
حَدَّثنا سلمة بن
شَبِيب ، حَدَّثنا عَبد الرزاق ، حَدَّثنا عَبد الله بن المحرر ، عَن قَتادة ، عَن
أَنَسٍ ، قال : قال رَسُول اللهِ صلى الله عليه وسلم : لكل شيء حلية وحلية القرآن
الصوت الحسن
Artinya: “telah menceritakan kepada kami Salmah bin Syabib, telah
menceritakan kepada kami Abdu a-Razzaq, telah menceritakan kepada kami abdullah
bin al-Muharrar dari Qotadah, dari Anas, ia berkata (bahwa) rasulullah SAW
pernah bersabda: ‘stiap sesuatu itu memiliki warna dan warnanya al-Quran
adalah (pembacaannya dengan) suara yang bagus”.
6.
Ar-ruju
ila ahli adz-dzikri (kembali
kepada ahli ilmu), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nahl (16) ayat
43:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٤٣﴾
Artinya: “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui”, (an-nahl (16): 43)
Yang dimaksud dengan ahli ilmu di sini adalah
mereka yang memahmi ilmu-ilmu tentang al-Quran dengan segala seluk beluknya,
yang mana kita diperintahkan untuk mengembalikan atau bertanya kepada mereka
tentang makna-makna atau dalil-dalil dari ayat-ayat al-Quran yang belum kita
pahami. Jadi jangan sampai kita menafsirkan al-Quran dengan ilmu kita yang
terbatas, sehingga tidak memperhatikan prinsip-prinsip dalam menafsirkan sebuah
ayat al-Quran.
Dan firman Allah SWT dalam surat ali Imran (3) ayat 7:
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ ﴿٧﴾
Artinya: “tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya…” (ali Imran (3): 7)
Ayat ini juga merupakan penegasan bagi kita
agar kita senantiasa bertanya kepada yang mendalami ilmu tentang al-quran
ketika kita mendapatkan ayat al-Quran yang tidak kita pahami makna dan tujuan
yang terkandung didalamnya sehingga kita tidak keliru dalam memahami ayat
tersebut.
Para ulama berbeda berpendapat dalam memahami
siapakah yang dimaksud dengan ar-Rasihuna fi al-ilmi dalam ayat
tersebut, namun pendapat yang lebih dekat adalah mereka yang merupakan golongan
keluarga Rasulullah SAW (ahlul bait) yang mana mereka mengambil ayat-ayat
tersebut murni langsng dari nabi saw. Namun dari sana kita bisa mengambil
faidah, dikarenakan kita tidak menemukan mereka lagi dalam artian kita sudah
berbeda zaman dengan masa nabi, maka tentu kita harus bertanya kepada orang
yang lebih mengetahui dibandingkan kita, yaitu kepada mereka yang selalu
mendalami ilmu-ilmu al-Quran.